Persiapan Mental Dahulu Nikah Kemudian.
Mempersiapkan pernikahan memang selalu challenging untuk dilakukan, bahkan beberapa pasangan menyebut fase ini sebagai fase terdrama selama menjalin hubungan. Kalau ngomongin persiapan pernikahan, yang pertama terbesit di benak kita pasti tentang vendor, gedung, catering atau galau pake modern wedding atau tema adat ya, dan masih banyak perintilan lain yang perlu cepet dipikirin. Buat yang lagi siapin pernikahannya, semangat ya, percaya deh rasa capenya akan kebayar pas semua saksi pada bilang "SAH!!!" Hehe.
Tapi lebih dari itu semua, semoga kita ga lupa ya, kalau ternyata ada preparation lain yang ga kalah serius untuk kita siapkan, yaitu kesiapan mental. Kesiapan mental selalu di kaitkan sebagai cara berpikir dalam merespon suatu hal, dan hal ini menjadi penting disiapkan calon pengantin karena kamu akan memulai hidup dengan satu orang manusia saja untuk waktu yang lama. Di sisi lain, manusia adalah objek yang dinamis, jadi kita harus bersiap kalau cepat atau lambat pasangan kita akan mengalami perubahan perilaku, sikap dan bahkan secara fisik.
Pertanyaan besarnya adalah, bagaimana kita akan menyikapi semua perubahan itu? Nah, berikut beberapa cara perpikir yang akan memudahkan kamu untuk merespon setiap perubahan.
Sadari, He/she is enough
Sebuah pernikahan pasti berangkat dari kata cukup, cukup dia yang akan jadi segalanya buat kamu. Dan pemikiran itu harusnya tidak hanya jadi alasan kamu menikah ya, tapi jadi alasan untuk mempertahankan pernikahan itu sendiri. Sadari saja, apapun kekurangannya, dan apapun perubahannya, sekarang dan nanti dia selalu cukup, ga akan pernah ada yang lain.
Selalu Siap Memamafkan dan Meminta Maaf
Sulit, poin ini pasti akan sulit di lakukan, hehe. Dari beberapa nasihat pernikahan tentang keiklasan, ketulusan dan poin penting lain, bisa di ambil benang merah bahwa "jangan menikah, kalau belum bisa meminta maaf walaupun gatau salahnya apa".
Rasanya ga mungkin ya, tapi hal itu sangat beralasan kalau melihat kembali pada hierarki kebutuhan manusia dari Maslow yang menyebutkan penghargaan adalah salah satu dari kelima kebutuhan manusia.
Karena manusia merasa perlu di hargai, maka jika di hadapkan pada konflik pernikahan yang bukan bersifat prinsipil, inisiatif meminta maaf akan menjadi solusi terbaik. Minta maaf saja dulu, setelah pasangan bisa di ajak berkomunikasi dengan pikiran yang jernih, bicarakan lagi penyelesaian masalahnya dengan win win solution.
Resolusi Konflik Bersama
Pernah terpikir engga bagaimana cara menghadap konflik rumah tangga yang mungkin saja akan datang silih berganti? Filosopi teras dalam buku Henry Manampiring yang sedang hangat-hangatnya di bicarakan kayanya bisa banget kita terapkan. Singkatnya, filosofi ini mengajak kita untuk lebih legowo menghadapi konflik, memanage pikiran dangan sadar untuk melakukan list down kemungkinan buruk yang akan terjadi. Bukan overthingking ya, perlu di highlight bahwa ini merupakan suatu langkah preventif, jadi problem solvingnya sudah ada bahkan sebelum masalahnya datang. Nah, untuk tahu solusi terbaiknya, jangan di pikirin sendiri, harus di bicarakan berdua dengan pasangan, cari solusi yang sama-sama tidak memberatkan.
Jadi gimana, lebih sulit cari vendor atau siapin mental?. One day, persiapan-persiapan pernikahan pasti jadi kesan tersendiri deh untuk kamu dan pasangan. Kesiapan mental ataupun kesiapan yang sifatnya material tetap harus berjalan beriringan ya girl, jangan ada persiapan yang tertinggal karena "by failing to prepare, you are preparing to fail" -Benyamin Franklin. (SL/A2/HSD)